I. PEMAHAMAN KEMBALI KE NAGARI
- Tema bahasan “Kembali ka Nagari” dalam tulisan ini dipahami sebagai gagasan (original ide) untuk memposisikan nagari dalam ketatanegaraan Republik Indonesia sebagai daerah yang disebut Daerah Istimewa, sesuai dengan maksud pasal 18 UUD 1945, jo penjelasannya.
- Pasal 18 UUD 1945 menetapkan :
- Pembahagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-undang, dengan memandang dan mengingati :
- dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan
- hak-hak asal usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa.
- Penjelasan pasal 18 UUD 1945 butir II menjelaskan :
- dalam territoir Negara Indonesia terdapat lebih kurang 250 Zelfbesturende landschappen dan Volksgemeenschappen, seperti Desa di Jawa dan Bali, Nagari di Minangkabau, Dusun dan Marga di Palembang dan sebagainya.
- Daerah-daerah itu mempunyai susunan asli, dan oleh karenanya dapat dianggap sebagai daerah yang bersifat istimewa.
- Negara Republik Indonesia menghormati kedudukan daerah istimewa tersebut dan
- Segala peraturan Negara yang mengenai daerah-daerah itu akan mengingati hak-hak asal-usul daerah tersebut.
- Konsideran UU No. 22 tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah menegaskan bahwa UU No. 5 tahun 1979 tentang Pemerintahan Desa yang menyeragamkan nama, bentuk, susunan dan kedudukan Pemerintahan Desa, tidak sesuai dengan jiwa UUD 1945 dan perlunya mengakui dan menghormati hak-hak asal-usul daerah yang bersifat istimewa (vide butir 2 di atas).
- Nagari di Sumatera Barat adalah kesatuan masyarakat hukum adat yang memiliki kewenangan untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat hukum adat setempat berdasarkan susunan asli dan hak-hak asal-usul nagari yang diakui oleh sistem Pemerintahan Nasional dan berada di daerah Kabupaten (vide UU No. 28 pasal 1 ayat o).
Bahwa sistem Pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia menurut UUD 1945 memberikan keleluasaan kepada daerah untuk menyelenggarakan Otonomi Daerah ; guna lebih dapat mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan, serta memperhatikan potensi dan keanekaragaman daerah.
Daerah Otonom sebagai kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai batas tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat hukum Daerah Otonom menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyrakat dalam ikatan Negara Republik Indonesia (vide pasal 1 (i) UU No. 22/1999).
Kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik, luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter, fiskal, agama serta kewenangan bidang lain (vide pasal 7 ayat 1).
Kewenangan bidang lain, sebagaimana termaksud pada ayat (1), meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan nasional secara makro, dan perimbangan keuangan, sistem administrasi negara dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya manusia, pendayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang strategis, konservasi dan standarisasi nasional (vide pasal 7 ayat 2).
- Pembentukan Nagari di Sumatera Barat setelah dicabutnya UU No. 5/1999 tentang Pemerintahan Desa dan menjadi penyebab terpecahnya sebahagian Nagari menjadi Desa sebagai wilayah administrasi, maka pembentukan Nagari merujuk kepada ketentuan Pasal 93 UU No. 22/1999 yang mengatur :
- Nagari dapat dibentuk, dihapus, dan atau digabung dengan memperhatikan asal-usul nagari atas prakarsa masyarakat Nagari dengan persetujuan Pemerintah Kabupaten dan DPRD.
- Pembentukan, penghapusan dan / atau penggabungan desa (beberapa desa menjadi nagari) sebagaimana dimaksud ayat 1 di atas ditetapkan dengan Peraturan Daerah Kabupaten.
- Di Nagari dibentuk Pemerintahan Nagari dan Badan Perwakilan Nagari yang merupakan Pemerintahan Nagari. Kewenangan Nagari diatur dalam Pasal 99 UU No. 22/1999 mencakup :
- kewenangan yang sudah ada berdasarkan asal-usul Nagari
- kewenangan yang oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku belum dilaksanakan oleh Daerah atau Pemerintah
- tugas Perbantuan oleh Pemerintah, Pemerintah Provinsi, dan / atau Pemerintah Kabupaten.
Pasal 100 UU No. 22/1999 mengatur : Tugas Perbantuan dari Pemerintah Provinsi, dan / atau Pemerintah Kabupaten kepada Nagari disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana serta sumber daya manusia.
Dalam penjelasan pasal 100 undang-undang tersebut ditegaskan bahwa Pemerintah Nagari berhak menolak tugas perbantuan yang tidak disertai dengan pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sumber daya manusia.
- “Kembali ke Nagari” dipahami sebagai suatu proses membangun pemikiran, sikap dan tindakan bertitik tolak dari ketentuan undang-undang yang telah diuraikan diatas yang dapat mengantarkan kemandirian Nagari sebagai Daerah Istimewa dengan mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan dan keadilan dalam memajukan kesejahteraan dan mencerdaskan kehidupan anak nagari sehingga mampu membangun usaha guna memasuki persaingan pasar pada skala lokal, domestik dan regional menuju era global.
II. KERANGKA PEMIKIRAN
- Pemahaman kembali ke Nagari sebagai proses membangun pemikiran, sikap dan tindakan secara terencana dengan paradigma baru berangkat dari filosofi otonomi daerah dan nagari sebagai Daerah Istimewa yang berakar pada Rumah Gadang (kaum) sebagai titik sentral lintas kehidupan membangun kecerdasan, hubungan sosial kekerabatan dan kesejahteraan anak kemenakan (anak nagari).
- Pemahaman otonomi daerah dan otonomi Nagari sebagai Daerah Istimewa mendorong terjadinya perubahan paradigma penyelenggaraan kewenangan yang secara implisit mengandung tanggung jawab dan fungsi-fungsi penyelenggaraan pemerintahan. Perubahan paradigma dimaksud antara lain terlihat dalam :
- Beralihnya tanggung jawab Pemerintah Pusat kepada Daerah Otonom Kabupaten (vide psl 7 ayat 1.2 UU No. 22/1999) yang selanjutnya harus diimplementasikan sebagai kewenangan Nagari sebagaimana dimaksud dalam pasal 99.
- Konsekuensinya, perencanaan pembangunan sebelum adanya undang-undang tersebut dilakukan oleh Pemerintah Pusat dengan sistem sentralisasi (top-down), beralih menjadi sistem perencanaan dari bawah (bottom-up) berdasarkan aspirasi rakyat.
- Sistem perencanaan sektoral harus diganti dengan sistem perencanaan holistic (menyeluruh dan terpadu) dalam ruang lingkup Nagari sebagai satu kesatuan msyarakat hukum adat, satu kesatuan wilayah (ulayat) dan kesatuan sistem hukum adat.
- Proses pembangunan sebelumnya digerakkan dengan anggaran pembangunan yang sebahagian berasal dari hutang luar negeri melalui Pemerintah Pusat beralih menjadi proses pembangunan yang digerakkan dengan potensi yang ada di nagari dengan menempatkan Pemerintah sebagai fasilitator dan regulator.
- Pada era sebelumnya aktor pembangunan adalah pemerintah, dan rakyat dituntut berpartisipasi terhadap kebijakan pemerintah dalam pembangunan beralih menjadi peran rakyat sebagai pelaku ekonomi menjadi aktor dalam pembangunan dan menuntut pemerintah berpartisipasi mendukung aktivitas rakyat sebagai pelaku ekonomi, pelaku pembangunan sosial kemasyarakatan dan pemegang kedaulatan dalam sistem demokrasi.
- Guna dapat membangun sistem penyelenggaraan pemerintahan dalam mewujudkan kewenangan dan tanggung jawab Pemerintahan Nagari sebagai Daerah Istimewa dalam proses link dan match dengan sistem penyelenggaraan kewenangan dan tanggung jawab Daerah Otonom Kabupaten, perlu digali substansi kewenangan dan tanggung jawab tersebut didukung dengan sistem pendataan yang mampu menjelaskan performen masa lampau, performen saat ini dan prediksi masa depan, serta didukung sistem informasi dengan teknologi digital dan metoda yang selaras dengan kemajuan ilmu pengetahuan yang dapat dimanfaatkan dan bermanfaat.
Wass,
Kotogadang, April 2006
Staf Ahli Walinagari |